Translate

Senin, 04 November 2013

Malam Satu Suro, diantara Misteri dan Adat Budaya

Selamat datang November.. 

Awal bulan sudah dibuka dengan tanggal "kecepit" kalau kata orang jawa.. Iyap, tanggal 4 November yang merupakan hari Senin, berbaris manis setelah tanggal 3 (minggu) dan tanggal 5 yang merupakan tanggal merah. Tahun Baru Hijriah. Di sebut juga Suronan di Jawa..  so Lets talk about Suronan. 

Seperti sebagaimana masyarakat menyambut datangnya tahun baru dengan berrbagai daftar perbaikan diri yang akan dijalankan.Sebagian besar dari masyarakat jawa juga menjadikan pergantian Tahun ini dengan membersihkan diri lahir batin, melakukan introspeksi, mengucap syukur kepada Gusti,Yang Membuat Hidup dan Menghidupi, yang telah memberi kesempatan kepada kita semua untuk lahir, hidup dan berkiprah didunia ini.

Di Jawa sendiri ada dua kota yang sarat dengan ritual Suronan yang kental yaitu di Jogja dan Solo, selain karena mereka mempunyai keraton yang masih kokoh dan berdiri, juga masyarakat yang masih menjujung tinggi budaya sejarah dan selalu ikut serta dalam meneruskan budaya leluhur mereka agar tidak luntur dimakan modernnya jaman, 

Inilah beberapa ritual yang dilakukan untuk membuka Tahun baru Suro di Jogja & Solo :

1. Tapa Bisu

Tapa Bisu atau mengunci mulut yaitu tidak mengeluarkan kata-kata selama ritual ini. Yang dapat dimaknai sebagai upacara untuk mawas diri, berkaca pada diri atas apa yang dilakoninya selama setahun penuh, menghadapi tahun baru di esok paginya.
Seperti tradisi Tapa Bisu yang di lakukan di kota Jogja , mereka melakukan untuk memohon perlindungan dan keselamatan kepada Allah SWT dengan harapan diberikan yang terbaik untuk Kota Jogja. 

2. Kungkum

Kungkum adalah berendam di sungai besar, sendang atau sumber mata air tertentu, Yang paling mudah ditemui di Jawa khususnya di seputaran Yogyakarta adalah Tirakatan (tidak tidur semalam suntuk) dengan tuguran (perenungan diri sambil berdoa) dan Pagelaran Wayang Kulit.  

3. Ruwatan

 Aku juga pernah ikut sekali ritual ruwatan ini, yaa..cuma karena dulu masih kecil, tempatnya jauh (di gunung Muria Kudus), dan malam hari pula..jadi ya aku tidak begitu memahami untuk apa budaya ini dijlankan. ternyata berikut penjelasannya :

Tradisi yang hingga kini masih dipergunakan orang jawa, sebagai sarana pembebasan dan penyucian manusia atas dosanya/kesalahannya yang berdampak kesialan didalam hidupnya. Dalam cerita “wayang“ dengan lakon Murwakalapada tradisi ruwatan di jawa ( jawa tengah) awalnya diperkirakan berkembang didalam cerita jawa kuno, yang isi pokoknya memuat masalah pensucian, yaitu pembebasan dewa yang telah ternoda, agar menjadi suci kembali, atau meruwat berarti: mengatasi atau menghindari sesuatu kesusahan bathin dengan cara mengadakan pertunjukan/ritual dengan media wayang kulit yang mengambil tema/cerita Murwakala. 


4. Kirab Kebo Bule

Ini nih yang paling terkenal dan ditunggu-tunggu di Surakarta. Kirab Kebo Bule / Kyai Slamet.



adalah tradisi yang dilakukan Keraton Kasunanan Surakarta. Dimana ada sekawanan kerbau (kebo) yang dipercaya keramat, yaitu Kebo Bule Kyai Slamet. Bukan sembarang kerbau, karena hewan ini termasuk pusaka penting milik keraton. Dalam buku Babad Solo karya Raden Mas (RM) Said, leluhur kebo bule adalah hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II.

Kirab itu sendiri berlangsung tengah malam, biasanya tepat tengah malam, tergantung “kemauan” dari kebo Kyai Slamet.

Dan yang menarik dan tidak masuk akal dari tradisi ini adalah ketika orang orang berjalan mengikuti kirab, saling berebut berusaha menyentuh atau menjamah tubuh kebo bule. Tak cukup menyentuh tubuh kebo, orang-orang tersebut terus berjalan di belakang kerbau, menunggu sekawanan kebo bule buang kotoran. Begitu kotoran jatuh ke jalan, orang-orang pun saling berebut mendapatkannya. Mereka menyebut berebut kotoran tersebut sebagai sebagai tradisi ngalap berkah atau mencari berkah Kyai Slamet. 

5. Ngumbah Keris

Ngumbah Keris adalah tradisi mencuci/membersihkan keris pusaka bagi orang yang memilikinya. Dalam tradisi masyarakat Jawa, ngumbah keris menjadi sesuatu kegiatan spiritual yang cukup sakral dan dilakukan hanya waktu tertentu. Lazimnya ngumbah pusaka dilakukan hanya sekali dalam satu tahun yakni pada bulan Suro. Oleh karena ngumbah keris mempunyai makna dan tujuan luhur, kegiatan ini termasuk dalam kegiatan ritual budaya yang dinilai sakral 

6. Lek-lekan (begadang. Tidak tidur semalaman)

Lek – lekan adalah tradisi yang biasanya dilakukan oleh warga warga di kampung. Biasanya para warga dikampung tersebut sudah menyiapkan acara masing-masing. Ada yang sekadar berkumpul dan lek-lekan di pos ronda, mengobrol di depan rumah atau makan-makan di gang. 

7. Tirakatan

Ritual Tirakatan berasal dari kata Thoriqot atau Jalan, maknanya adalah kita berusaha mencari jalan agar dekat dengan Allah. Dengan kita melakukan ritual ini tanpa disadari ternyata kegiatan tirakatan ini juga telah meningkatkan kemampuan ketingkat yang lebih tinggi lagi, berupa keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, maupun kemampuan fisik dan pengolahan bathin kita untuk menghadapi berbagai cobaan dan tantangan yang kita hadapi. 

Keren kan? 
dari sekian banyak budaya modern dari anak-anak gaul sampai budaya luar negeri, ternyata masih ada beberapa kelompok masyarakat yang dengan senang melestarikan budaya leluhur.. 

terlepas dari kepercayaan baik dan buruk nya, setidaknya..kita juga belajar untuk menghormati apa yang dipilih orang lain untuk dijalankan sebagai adat istiadat dan budaya yang patut mereka lestarikan sampai kapanpun.. 

Jadi.. kalau besok adalah Tahun baru.. apa yang sudah kalian siapkan untuk menyambutnya ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar